11 Des 2022

Analisis Dampak Transportasi


Keterkaitan Antara Sistem Transportasi dan Pengembangan Lahan.

Sistem transportasi dan pengembangan lahan (land development) saling kait mengkait. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi pengembangan lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Acapkali kedua tujuan tersebut menimbulkan konflik. Hal inilah yang menjadi asumsi mendasar dari analisis dampak lalu lintas untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain: Proses perencanaan transportasi dan pengembangan lahan mengikat satu sama lainnya. Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin disediakan apabila tidak melayani kepentingan ekonomi atau aktivitas pembangunan.

Hubungan antara Fasilitas Transportasi dan Perubahan Tata Guna Lahan

Bahwa setiap upaya peningkatan fasilitas transportasi akan berdampak terhadap perubahan tataguna lahan apabila tidak ada upaya pengendalian. Pengendalian ini sangat penting agar upaya peningkatan fasilitas transportasi dapat bermanfaat dan berdayaguna seoptimal mungkin. Aksesibilitas memegang peran penting bagi para pengembang lahan. Acapkali justru para pengembang lahan yang menciptakan aksesibilitas ke lokasi yang dikembangkan agar kepentingan investasi dapat terwujud. Pembatasan yang kaku terhadap perubahan tataguna lahan akan sulit dilakukan mengingat sifat manusia dan kota yang dinamis. Untuk ini suatu keseimbangan antara perubahan tataguna lahan dan fasilitas transportasi perlu dilakukan. 

Beberapa hal yang mempengaruhi perubahan lahan antara lain sebagai berikut :
  • Kebijaksanaan pemerintah baik tingkat nasional maupun daerah
  • Perubahan pendapatan keluarga        
  • Perubahan preferensi keluarga dan keinginan-keinginan individual
  • Teknologi transportasi dan struktur biaya transportasi
  • Perubahan sistem transportasi
  • Tingkat pelayanan yang disediakan oleh sistem transportasi

Perencanaan Transportasi Kota Versus Perencanaan Tapak

Perencanaan transportasi kota secara tradisional mengidentifikasi kebutuhan transportasi dari suatu pola tata guna lahan yang ada dan yang direncanakan pada masa datang. Berdasarkan basis tata guna lahan, maka melalui empat tahapan proses perencanaan diproyeksikan kebutuhan fasilitas tranportasi yang akan mendukung aktivitas suatu kota. Walaupun demikian keluaran perencanaan transportasi kota tidak bersifat detail seperti kinerja simpang, efek pengembangan lahan utama dalam suatu zona tidak teridentifikasi.

Bangkitan Lalu Lintas dan Bangkitan Perjalanan

         Bangkitan lalulintas dan bangkitan perjalanan secara terminologi berbeda arti. Bangkitan lalulintas (traffic generation) bangkitan pergerakan dalam satuan kendaraan yang timbul akibat sesuatu aktivitas tataguna lahan. Sedangkan bangkitan perjalanan (trip generation) merupakan bangkitan orang di dalam kepentingan analisis di dalam perencanaan transportasi kota. Apabila di dalam perencanaan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi telah diperkirakan, maka dengan mengalikan nilai okupansi penumpang rata-rata di dalam kendaraan akan didapatkan bangkitan lalulintas.
Aksesibilitas
         Sistem transportasi merupakan elemen dasar insfrastruktur yang mempengaruhi pola perkembangan kota. Pengaruh berupa : Perubahan tingkat pelayanan. Perjalanan ke pusat kota dari suatu daerah pemukiman tertentu berubah dari waktu ke waktu. Akibat pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan perjalanan semakin meningkat yang pada gilirannya menyebabkan kemacetan lalu lintas. aksesibilitas atau tingkat pelayanan ke pusat kota menjadi menurun yang akhirnya merubah pola perkembangan kota. Pusat kota menjadi tidak menarik lagi dan aktifitas bergeser mendekati daerah pinggiran kota. Akhirnya terjadi perubahan daerah pemasaran akibat aktivitas dan meningkatnya waktu perjalanan.

Proses Perencanaan Lokasi
Perencanaan lokasi (site planning) dan proses perancangan (design) pada umumnya dimulai dari keputusan mengenai ukuran dan bentuk bangunan serta posisinya pada suatu lahan. Peletakan bangunan biasanya berdasarkan alasan alasan estetika dan visual. Peletakan tempat parkir dan jalan-jalan sirkulasinya dirancang kemudian di sekitar bangunan. Akhirnya lokasi pintu masuk dan pintu keluar baru ditetapkan. Perbedaan awal pandangan antara arsitek bangunan (pada umumnya) dan traffic engineer (kalaupun ada). Arsitek seialu berorientasi pada bangunan terlebih dahulu, sedangkan traffic engineer berorientasi pada sejauh mana kondisi kinerja lalu lintas pada jalan di sekitar lahan dikaitkan dengan penempatan akses masuk dan keluar. Kurangnya perhatian terhadap hubungan tataletak bangunan dan akses dapat menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut:
  • Kemacetan di dalam lokasi lahan akibat kapasitas jalan sirkulasi kurang memadai serta konfigurasi parkir yang kurang mendukung
  • Kemacetan pada sistem jalan umum di luar lahan akibat aktivitas yang terjadi di dalam lahan itu sendiri
  • Kemungkinan timbulnya kecelakaan lalulintas akibat tidak terkendalinya konflik arus lalulintas
  • Keterbatasan fieksibilitas untuk penyesuaian rancangan atau perubahan sistem pengoperasian.
  • Aktivitas Pengembangan Lahan
  • Kurang memadai kapasitas akses
Aktivitas Utama
Detail Penggunaan (contoh)
Retail
Makanan/Non makanan
Satu unit toko/sejumlah toko
Pusat penjualan tanaman
Pompa bensin
Usaha (employment)
Perkantoran
Kawasan usaha (business park)
Kawasan Industri (industrial estate)
Pergudangan (warehousing)
Perumahan (residential)
Perumahan pribadi
Apartmen
Panti/tempat penampungan
Pendidikan
Sekolah (TK, SD, SMP, dan SMU)
Universitas/Perguruan Tinggi
Pusat kursus/Balai pelatihan
Hotel dan Restoran
Hotel
Motel
Restoran
Kesehatan
Rumah sakit
Praktek Dokter
Puskemas
Rekreasi
Olahraga
Taman hiburan
Bioskop
Pusat kesenian

Sebelum memulai analisis dampak lalu lintas pertama kali kita harus mengenali aktivitas-aktivitas yang dapat membangkitkan perjalanan. Dengan mengenali deskripsi tataguna lahan, maka kita dapat mengetahui perkiraan atraktif bangunan.
Di dalam suatu pengembangan lahan dapat saja beberapa aktivitas digabung menjadi tataguna lahan campuran.
Pemahaman terhadap pengembangan lahan mutlak diketahui pada awal analisis. Deskripsi yang perlu diketahui antara lain:
Æ     Aktivitas campuran penggunaan lahan;
Æ     Ukuran pengembangan;
Æ     Tempat dan bentuk lokasi;
Æ     Jumlah tenaga kerja;
Æ      Akses;
Æ     Jam pengoperasian;

Bentuk Pelayanan
Æ     Tahapan Pengembangan
Ukuran pengembangan, lokasi dan jumlah tenaga kerja merupakan variabel sebagai basis estimasi bangkitan perjalanan (terminologi yang lebih tepat adalah tarikan perjalanan). Walaupun demikian jumlah tenaga kerja adalah variabel tersulit didapat mengingat pada saat perencanaan hanya ukuran dan lokasi pengembangan saja yang paling mungkin didapat.

Pengembangan lahan yang sudah ada (existing use) merupakan informasi yang paling penting pada perencanaan perluasan. Dampak lalu lintas bangunan yang ada dapat diukur langsung dan dapat dijadikan pembanding. Walaupun demikian besaran bangungan dan perilaku pengunjung akan berbeda. Hal ini disebabkan terdapat kemungkinan perpidahan pengunjung dari bangunan lama ke bangunan baru. Bangkitan pengunjung baru secara relatif tidak sebesar sewaktu bangunan lama pertama kali dioperasikan. Dari semua perencanaan tampak penerapan akses sangat penting dan harus diperhatikan dari awal perencanaan.

Æ     Prediksi Bangkitan Perjalanan
Hal-hal yang perlu dikonsiderasikan :
Ukuran bangkitan perjalanan yang digunakan adalah bangkitan kendaraan dan bukan bangkitan perjalanan individu orang sebagaimana diprediksi di dalam perencanaan kota. Bangkitan perjalanan individu yang tidak menggunakan kendaraan pribadi secara tidak langsung tetap diperhatikan dengan penyediaan fasilitas pendukung angkutan umum seperti jalur pejalan kaki dan tempat menunggu bus (bus shelter). Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwasanya kendaraan pribadi merupakan kontribusi terbesar untuk timbulnya konflik baru yang pada gilirannya menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitarnya.
Hal-hal yang harus dikonsider antara lain:
Æ     Waktu dimana lalu lintas pada jaringan jalan dalam keadaan arus terpadat;
Æ     Waktu dimana lalu lintas yang menuju atau dari suatu pengembangan dalam keadaan terbesar;
Æ     Bagaimana hubungan antara kedua waktu di atas terhadap jaringan jalan maupun di dalam lokasi pengembangan;
Æ     Apakah terdapat variasi musiman baik pada jaringan jalan maupun aktivitas di dalam lokasi pengembangan;
Æ     Bangkitan perjalanan pada saat tidak sibuk (off peak) kalau dimungkinkan karena dibutuhkan untuk analisis dampak lingkungan secara keseluruhan (standar studi Amdal).
Definisi satu kali perjalanan adalah satu kali perjalanan kelokasi pengembangan atau satu kali perjalanan dari lokasi pengembangan. Penggunaan perjalanan 2 arah (datang dan pergi) harus tidak dipergunakan karena terminologi ini harus dinyatakan sebagai 2 perjalanan.

Metode Perkiraan Bangkitan Perjalanan
Terdapat 4 metode didalam memperkirakan bangkitan perjalanan, yaitu:
Æ     Menggunakan prinsip-prinsip utama (first principles);
Æ     Menggunakan persamaan (formulae);
Æ     Menggunakan model kompleks (complex models);
Æ     Melakukan perbandingan dengan mengembangkan yang sudah ada dan mirip dengan yang direncanakan (comparison method).

Prinsip-prinsip Utama
Metode ini membuat asumsi-asumsi dasar dimana bangkitan perjalanan diperkirakan terjadi seperti: kapan jam sibuk terjadi, berapa banyak pekerja akan datang dan pergi dengan menggunakan kendaraan pribadi, berapa banyak pengunjung akan datang dan pergi dengan menggunakan kendaraan pribadi serta berapa nilai okupansi kendaraan yang datang ke lokasi pengembangan. Metode ini sangat tidak akurat, tetapi sangat berguna untuk memeriksa hasil dari metode-metode lainnya.

Persamaan
Penelitian-penelitian dapat menghasilkan suatu formulasi bangkitan perjalanan dengan menggunakan parameter-parameter tertentu seperti luas bangunan, jumlah pekerja dan lain sebagainya. Penggunaan persamaan ini harus sedikit hati-hati mengingat kondisi suatu daerah dimana penelitian tersebut dilakukan belum tentu sama dengan daerah dimana analisis dampak lalu lintas akan dilakukan.

Model Kompleks
Sangat dimungkinkan untuk melakukan studi analisis dampak lalu lintas menggunakan model kompleks berdasarkan suatu program komputer seperti land use transportation model. Model ini akan menghasilkan sebaran perjalanan serta pembebanan lalu lintas. Formula bangkitan perjalanan pada umumnya sudah terdapat di dalam model, walaupun demikian penggunaan model ini sering kurang akurasi seperti penetapan zona analisis serta asumsi-asumsi didalamnya, mengingat model ini pada umumnya digunakan untuk perencanaan transportasi kota.

Studi Banding
Metode ini paling sering digunakan, khususnya untuk pengembangan berskala lokal. Studi banding ini dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan survai pada objek yang sudah ada dan mirip dengan objek yang akan dikembangkan. Selain itu studi banding dapat dilakukan oleh instasi lain (di Amerika oleh Institution of Traffic Engineer, di Inggris oleh Kumpulan data yang dihimpun oleh konsultan-konsultan dan dihimpun dalam database TRICS).

Tabel berikut Memperlihatkan contoh bangkitan perjalanan dikaitkan dengan jenis aktivitas tata guna lahan.

Tabel Besaran dan unitisasi bangkitan perjalanan (Stover dan Koepke, 1983)
Jenis
Tataguna Lahan
Jenis Pengembangan
Bangkitan Per Hari
Perumahan
Apartmen
Kondominium
Komonitas orang tua
5,7 per unit
5,1 per unit
3,3 per unit
Institusi
Pendidikan tinggi
Sekolah menengah
Sekolah dasar
Rumah sakit
Perpustakaan
Bangunan pemerintah
2,2 per mahasiswa
1,3 per siswa
1,0 per siswa
9,4 per tempat tidur
58,4 per pegawai
64,6 per 1.000 kaki persegi
Komersial
Pusat perbelanjaan (regional)
Pusat perbelanjaan (lokal)
Perkantoran
Bank
Bengkel mobil
315 per netto are
949 per netto are
15 per 100 kaki persegi
43 per pegawai
57 per pegawai
Industri
Industri aneka
Kawasan industri
Gudang
79 per netto are
64 per netto are
81 per netto are

Unitisasi untuk pengukuran bangkitan perjalanan lalu lintas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Æ     Fungsional, berkaitan dengan volume lalu lintas yang dibangkitkan;
Æ     Relatif mudah didapatkan dan diukur;
Æ     Menyediakan nilai-nilai yang konsisten.

Sedangkan masalah akurasi data sangat tergantung dari hal-hal sebagai berikut:
Æ     Usia dari data;
Æ     Variasi harian;
Æ     Variasi lokasi;
Æ     Lalu lintas yang datang sejenak ke lokasi karena kebutuhan lokasi tersebut pada jalur rute perjalanan sehari-hari oleh yang bersangkutan (passer traffic);
Æ      Penggunaan lahan untuk berbagai bentuk usaha;
Æ     Okupansi rata-rata kendaraan;
Æ     Nilai variabilitas (minimum, maksimum, rata-rata, variasi standar);
Æ     Jumlah sampel.

Contoh Soal
Sebuah toko serba ada berikut swalayan dibangun terletak berseberangan dengan pusat perbelanjaan. Luas toko adalah 20.000 meter persegi GLA (Gross Lease Area). Diperkirakan setiap 100 meter persegi GLA menimbulkan bangkitan perjalanan pada jam sibuk sebesar 6 kendaraan. Diperkirakan 25% pengunjung datang dari pusat perbelanjaan diseberangnya
Jawab :
Jumlah perjalanan pada jam sibuk = 6 x 20.000/100 = 1.200 perjalanan;
Bangkitan perjalanan baru ke toko serba ada = 0,75 x 1.200 = 900 perjalanan;
Bila diasumsikan kendaraan yang datang sebanding dengan kendaraan yang keluar, maka pada jam sibuk bangkitan yang timbul akibat toko serba ada adalah :
kendaraan datang = 0,5 x 900 = 450 kendaraan dan kendaraan keluar = 450 kendaraan;
Akibatnya didalam analisis dampak lalu lintas jumlah 450 kendaraan yang datang dan keluar dijadikan basis untuk melihat sejauh mana fasilitas infrastruktur jalan yang ada masih dapat menampung tambahan lalu lintas dan bagaimana penempatan pintu-pintu masuk dan keluar serta sirkulasi dan tempat parkir yang harus disediakan.

Analisis Lalu Lintas
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Di dalam analisis dampak lalu lintas terdapat tiga hal yang harus di analisis. Pertama, analisis lalu lintas eksternal yang melihat sejauh mana dampak tambahan lalu lintas akibat pengembangan lahan baru terhadap sistem jaringan yang ada. Kedua, analisis titik-titik akses yang melihat sejauh mana titik-titik akses dipilih sehingga memberikan dampak negatif terkecil terhadap lalu lintas eksternal. Ketiga, analisis lalu lintas internal meliputi analisis sirkulasi jalan internal dan kebutuhan tempat parkir kendaraan.

Analisis Lalu Lintas Eksternal
Perencanaan lalu lintas eksternal melibatkan dua komponen, yaitu :
Æ     Lalu lintas berorientasi ke lokasi (site-oriented traffic), yaitu lalu lintas dimana memiliki asal atau tujuan ke lokasi yang direncanakan.
Æ     Lalu lintas tidak berorientasi ke lokasi (non site-oriented traffic), yaitu lalu lintas yang tidak memiliki asal atau tujuan ke lokasi tetapi melalui jalan dimuka atau disekitar lokasi yang direncanakan (through traffic)

Site-Oriented Traffic
Site-Oriented Traffic relatif lebih mudah diperkirakan dibandingkan dengan Non Site-Oriented Traffic karena hal-hal sebagai berikut:
Æ     Aktivitas penggunaan lahan diketahui dari perencanaan arsitek dan pemilik bangunan;
Æ     Jumlah lalu lintas yang diperkirakan dapat ditentukan secara langsung sesuai dengan metode-metode tertentu;
Æ     Sebaran lalu lintas dapat diperkirakan karena terbatas pada jaringan jalan di sekitar lokasi.

Non Site-Oriented Traffic
Non Site-Oriented Traffic merupakan arus lalu lintas menerus yang melalui lokasi pengembangan. Asal tujuan lalu lintas jelas tidak diketahui pada level studi analisis dampak lalu lintas. Perkiraan asal tujuan lalu lintas didapat dari studi perencanaan transportasi kota berskala makro. Di dalam studi analisis dampak lalu lintas pencatatan lalu lintas menerus dilakukan dengan survai primer mencatat langsung besarnya lalu lintas saat ini dan dengan faktor perumbuhan dapat diperkirakan lalu lintas pada saat dibangun direncanakan di buka.

Sebaran dan Pembebanan Lalu Lintas
Metode Sebaran dan Pembebanan Lalu Lintas
Untuk Site-Oriented Traffic, metode sebaran lalu lintas (traffic distribution) dan pembebanan lalu lintas (traffic assignment) dapat dilakukan secara bersamaan. Di dalam analisis dampak lalu lintas, metode sebaran lalu lintas dapat dilakukan beberapa cara, antara lain: Direct Knowledge; Isochrones; Gravity Model; Oppurtunity Model.

Direct Knowledge
Salah satu contoh aplikasi ini adalah relokasi kantor, dengan dasar pengetahuan tempat tinggal karyawan, maka untuk kantor baru sebaran dan pembebanan lalu lintas dapat langsung diketahui. Hal ini juga dapat dilakukan untuk perluasan suatu usaha seperti pusat perbelanjaan. dengan melakukan survai pada kondisi eksisting, maka sebaran dan pembebanan lalu lintas akibat pertambahan lalu lintas dapat dianggap sama dengan kondisi saat ini.
Isochrones
Pendekatan ini sering digunakan dengan mengembangkan Primary Market Area (PTA) yang disesuaikan dengan waktu perjalanan rata-rata. Sebagai contoh Tabel berikut memperlihatkan PTA untuk berbagai aktivitas tata guna lahan.

Tabel Primary Trade Area untuk Berbagai Tata guna Lahan
Jenis Aktivitas Tataguna Lahan
Waktu Tempuh Maksimum PTA
Pusat Perbelanjaan Regional
20-30 menit
Pusat Perbelanjaan
15-20 menit
Pertokoan Lokal
10 menit
Kawasan Industri
30 menit

Contoh Soal
Direncanakan toko serba ada berikut pasar swalayan sesuai contoh pada besaran dan unitisasi bangkitan perjalanan, akan dibangun di lokasi seperti terlihat pada gambar 5.1a berikut :

Secara singkat analisis dampak lalulintas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Bangkitan lalulintas pada jam sibuk sudah diperkirakan pada contoh soal pada besaran dan unitisasi bangkitan perjalanan dan didapat 450 kendaraan menuju ke lokasi dan 450 kendaraan meninggalkan lokasi.
2. Kemudian, dicari PTA (primary trade area), yaitu waktu tempuh sekitar 15 hingga 20 menit yang kemudian digambarkan isochome-nya seperti terlihat pada Gambar 5.1 b.
3. Bila persentase sebaran lalulintas dianggap linier dengan jumiah penduduk, maka dengan diketahuinya jumiah penduduk pada zone-zone analisisnya di dalam isochorne-nya persentase sebaran lalulintas juga akan diketahui seperti terlihat pada berikut :

Tabel Perkiraan Persentase Sebaran Lalulintas (Contoh Soal)
Zone Analisis
Jumiah Penduduk
Persentase Sebaran Lalulintas
A
1 0.000 jiwa
25,00%
B
5.000 jiwa
12,50%
C
7.500 jiwa
18,75%
D
5.000 jiwa
12,50%
E
12.500 jiwa
31,25%
Total
40.000 jiwa
100,00%

4. Sebaran lalulintas kemudian dicari dengan mendistribusikan ke zone-zone analisis jumiah total bangkitan lalulintas seperti terlihat pada berikut. Kemudian dibebankan ke dalam sistem jaringan jalan

Tabel Sebaran Lalulintas Toko Serba & Pasar Swalayan (Contoh Soal).
Zone Analisis
PersentaseSebaran Lalulintas
Volume DatangLokasi Pada JamSibuk
Volume KeluarLokasi Pada JamSibuk

A
25,00%
1 1 3 kendaraan
1 1 3 kendaraan
B
12,50%
56 kendaraan
56 kendaraan
C
18,75%
84 kendaraan
84 kendaraan
D
12,50%
56 kendaraan
56 kendaraan
E
31,25%
141 kendaraan
141 kendaraan
Total
100,00%
450 kendaraan
450 kendaraan

Dengan menambahkan volume arus menerus (through traffic), maka dapat diukur kinerja simpang maupun ruas di sekitar lokasi apabila perbedaan sebelum dan sesudah ditambah bangkitan lalu lintas akibat pengembangan lahan cukup besar di atas kapasitas, maka harus dilakukan upaya-upaya perbaikan.
Gravity Model
Aplikasi Gravity Model sama dengan proses yang umum dilakukan untuk sebaran perjalanan pada perencanaan transportasi kota. Persamaan umum adalah sebagai berikut:
Xij = aPTijb
Dimana
Xij = proporsi perjalanan (dalam satuan kendaraan) dari zona I (zona lokasi pengembangan) ke zona
Pj = proporsi dari zona j
Tij = waktu tempuh/jarak/biaya antar zona I dan j
a,b = koefisien distribusi ( b selalu negatif, dan nilai sebesar –2 pada umumnya terlalu rendah.
Opportunity Model
Model ini merupakan model yang kompleks dimana semua efek alternatif pengembangan diperhatikan. Salah satu aspek yang menarik adalah perencanaan pusat perbelanjaan. Bangkitan perjalanan (dan lalulintas) pada shopping model yang digunakan oleh pengembang retail pada dasarnya berbasis aspek perputaran uang (financial turnover) dan bukan perjalanan. Di dalam model ini perlu dikaji hubungan antara perputaran uang dengan perjalanan khususnya yang berkaitan dengan pusat perbelanjaan.

Format Analisis Dampak Lalu lintas
Kapan Suatu Pengembangan Harus Melakukan Analisis Dampak Lalulintas ?
Di Indonesia pengaturan analisis dampak lalulintas belum sebaku analisis dampak lingkungan (Amdal). Di DKI Jakarta acapkaii analisis dampak lalulintas dijadikan bagian dari analisis dampak lingkungan, khususnya sewaktu membahas aspek transportasi.
Tidak semua pengembangan harus melakukan kajian analisis dampak lalulintas, khususnya pengembang berskala kecil. Permasalahan definisi skala kecil perlu ditetapkan. Sedangkan skala yang sangat besar sehingga merupakan kota di dalam kota mungkin harus dilakukan suatu studi makro terlebih dahulu (perencanaan transportasi kota) sebelum masuk ke kajian analisis dampak lalulintas untuk unit-unit bangunan di dalamnya.

"Warrant"Analisis Dampak Lalulintas di Inggris
Sebagai ilustrasi di lnggris telah dibuat warrant untuk kajian analisis dampak lalulintas (TUE, 1997), yaitu:
pengembangan perumahan yang melebihi 200 unit bangunan kawasan niaga dengan gross floor area (GFA) melebihi 5.000 meter persegi pergudangan dengan GFA melebihi 10.000 meter persegi pertokoan dengan G FA melebihi 1 000 meter persegi 100 perjalanan (kendaraan) masuk dan keluar pada jam sibuk ke suatu bangunan atau bangunan dengan memiliki petak parkir untuk 100 kendaraan atau lebih dengan akses tunggal ke jalan umum terdekat.

Laporan Analisis Dampak Lalulintas
Laporan analisis dampak lalulintas (modifikasi dari TUE,1997) setidak-tidaknya berisi hal sebagai berikut:
1. Ringkasan Non-Teknis, berisi resume non teknis mengenai deskripsi pengembangan dan proyeksi lalulintas.
2. Kondisi Saat lni, berisi deskripsi keadaan lalulintas saat ini termasuk juga fasilitas infrastruktur transportasi di sekitar lokasi, manajemen lalulintas, fasilitas angkutan umum dan kebijakan transportasi yang diterapkan oleh pemerintah daerah setempat (seperti retribusi parkir dan lain sebagainya).
3. Proposal Pengembangan, berisi deskripsi bangunan yang direncanakan dibangun dengan semua aspeknya seperti koefisien dasar bangunan, luas bangunan dan jumiah petak parkir.
4. Bangkitan Lalu lintas, berisi kuantifikasi perkiraan bangkitan lalulintas yang timbul bedasarkan suatu metode yang digunakan. Perkiraan ini harus menunjukan bangkitan lalulintas per hari dan pada jam sibuk (baik jam sibuk lalulintas di jalan maupun jam sibuk di dalam lokasi). Perkiraan ini meliputi kondisi pada hari kerja dan hari libur (khususnya yang dapat membangkitkan lalulintas pada hari libur). Apabila terdapat tahapan pengembangan juga harus dikaji bangkitan lalu lintasnya.
5. Sebaran Lalulintas, berisi deskripsi daerah pengaruhnya dan konsiderasinya, identifikasi jenis-jenis perjalanan (perjalanan utama dan perjalanan bukan utama), identifikasi sistem jaringan jalan dan zona analisisnya yang diakhiri dengan kuantifikasi sesuai bangkitan lalulintas dan waktu pengamatan yang dibahas pada butir 4 di atas.
6. Pembebanan Jaringan Jalan, berisi antara lain identifikasi rute-rute lalulintas utama, pembahasan konflik pada simpang-simpang terdekat dan titik-titi akses.
7. Upaya Penanggulangan. berisi usulan penanggulangan apabila pembebanan lalu lintas menyebabkan kinerja jaringan jalan menjadi buruk serta tahun target pengujiannya (sewaktu bangunan dioperasikan secara penuh atau tahapan apabila pengembang melakukannya).
8. Dampak Sistem Jaringan Jalan, berisi kajian dari perubahan detail rancangan, apakah terdapat kondisi yang tidak memenuhi standar, aspek-aspek keselamatan lalulintas dan fasilitas angkutan umum serta pejalan kaki.
9. Sirkulasi Internal, berisi rancangan sirkulasi internal, titik-titik akses ke lokasi serta rancangan tempat parkir dan fasilitas menaikan dan menurunkan barang serta fasilitas untuk kondisi darurat.
------------------------
 Oleh : Ir. Tri Cahyono MSc, Dosen Fakultas Teknik UI

9 Mar 2013

Industri Booming di Jakarta Greater dan Pembangunan Yang Inklusif

Hanya setahun yang lalu, Pamela Cox, wakil presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, 

menyatakan bahwa saat ini resesi terus global , Indonesia dianggap salah satu tempat investasi yang cerah di dunia menghasilkan lebih banyak pekerjaan dan pertumbuhan.

Namun, ada pertanyaan mendasar, apakah pertumbuhan ini akan menjadi salah satu yang inklusif yang pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat Indonesia pada generasi yang besar dan masa depan.

Pertumbuhan tangguh di Indonesia telah mempercepat restrukturisasi ekonomi dan globalisasi sektor industri di Jabodetabek (Greater Jakarta Area) dan, pada tingkat lebih rendah, sektor jasa.

Pada tahun 2011 saja, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat 317 investasi baru asing langsung (FDI) terkait dengan industri manufaktur di wilayah metropolitan dibandingkan dengan 75 investasi dalam negeri.

Sejak awal 1990-an manufaktur paling formal telah berada di luar Jakarta. Pangsa Jakarta lapangan kerja manufaktur mengalami penurunan sebesar 15 persen. Sebaliknya, pinggiran kota (Bodetabek atau Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, Serang dan Karawang) telah mengalami cepat masuknya industri manufaktur, di mana lapangan kerja telah meningkat sebesar 159 persen selama 15 tahun terakhir.

Dalam dekade terakhir, pinggiran kota (Bodetabek) telah menarik sebagian besar FDI di estate, manufaktur estat dan sektor infrastruktur (BKPM, 2010). Dari tahun 1998 sampai 2009, kontribusi dari pinggiran kota ke sektor-sektor stabil pada 84-87 persen.

Sekitar 50 persen dari FDI di sektor-sektor sekunder di Jabodetabek ditangkap oleh Kabupaten Bekasi saja.

Sebagai ilustrasi, tujuh taman industri di Cikarang, Bekasi memiliki nilai ekspor potensi hingga US $, 15,1-30560000000 atau sekitar 46 persen dari minyak non-nasional dan ekspor gas dari $ 66428000000 (2005).

Jelas, pembangunan skala besar lahan pribadi telah menjadi fitur utama dari industrialisasi di Greater Jakarta.

Sejak akhir 1980-an, pengembangan taman industri swasta di pinggiran kota Jakarta telah diikuti, atau setidaknya berhubungan dengan pengembangan, jalan raya antar kota.

 Perkembangan lahan industri telah memperpanjang batas-batas tradisional dari daerah metropolitan dari sekedar Jakarta dan kota sekitarnya dan kabupaten (Bodetabek) menuju Serang dan Karawang kabupaten.

Daerah ini mega-kota diperpanjang sekarang mencakup total luas 9,016.43 km2. Ada lebih dari 35 kawasan industri di wilayah ini dengan total luas lebih dari 18.000 hektar. Ukuran taman industri berkisar dari 50 sampai 1.800 hektar, sedangkan ukuran rata-rata sekitar 500 hektar.

Telah ada pergeseran manufaktur lokasi industri dari kawasan industri yang tidak direncanakan dan luas terhadap konsentrasi direncanakan dalam kawasan industri. Pada tahun 1995 taman industri menarik hanya 300.000 pekerjaan (28 persen dari total).

Namun, jumlah tersebut meningkat sebesar 66 persen pada 2010 menjadi hampir 500.000 (40 persen dari total). Dalam pandangan tren ini dapat disarankan bahwa, jika mereka terus, ada kemungkinan bahwa struktur spasial polisentris akan muncul di wilayah tersebut.

Struktur spasial perubahan dapat dilihat sebagai kesempatan untuk mempromosikan daerah metropolitan lebih terencana. Namun, dengan tidak adanya kerangka perencanaan yang memadai dan lembaga, peran aktif investor asing dan pengembang swasta besar dalam transformasi industri berpotensi memperkuat segregasi sosial.

Misalnya, kota industri di Cikarang memiliki pendapatan per kapita hampir dua kali tinggi dari Jakarta. Sementara itu, kota-kota tetangga hanya memiliki seperlima untuk sepersepuluh dari angka itu. Angka-angka menunjukkan bahwa perkembangan industri formal telah berkembang dengan mengorbankan kohesi daerah.

Ini ketimpangan pendapatan yang tinggi telah menimbulkan masalah keamanan antara anggota masyarakat atas dan kelas menengah. Hal ini mengakibatkan pintu gerbang kelompok masyarakat dalam bentuk  kota-kota pribadi dan kelompok di sekitar taman industri. Pemisahan sosial ekonomi di kota-kota baru seperti mengingatkan pemisahan rasial usia kolonial.

Secara teoritis, konsentrasi besar industri di satu lokasi dapat menciptakan skala ekonomi, sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi melalui, misalnya, berbagi tanggung jawab penyediaan infrastruktur. Menariknya, di lokasi utama aglomerasi industri di Jabodetabek, berbagi ini belum terjadi.

Setiap kawasan industri cenderung untuk membangun infrastruktur sendiri perkotaan dan fasilitas, seperti jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, pabrik pengolahan air limbah, dan pabrik pengolahan air bersih, tanpa koordinasi yang jelas.

Akibatnya, infrastruktur yang dibangun oleh pengembang yang berbeda lahan industri cenderung terputus dari satu sama lain.

Hal ini secara luas jelas bahwa peran pemerintah telah relatif sederhana dalam proses pembangunan skala besar industri, fokus pada fasilitasi ad hoc dari inisiatif sektor swasta didorong. Membangun hubungan lebih kuat dengan ekonomi lokal dan industri kecil, peran yang lebih langsung pemerintah bisa diharapkan di masa depan, misalnya, mempromosikan aglomerasi industri yang sudah ada taman melalui terintegrasi rencana zona khusus ekonomi.

Agar menarik, rencana harus dibangun atas ambisi pemerintah yang jelas kewirausahaan dan visi jangka panjang.

Ada juga kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah pinggiran kota metropolitan dan pemerintahan dalam rangka untuk lebih merumuskan, beradaptasi, mengkoordinasikan dan melaksanakan lokal dan regional rencana penggunaan lahan dan mengintegrasikan mereka dengan kebijakan ekonomi regional dan jangka panjang rencana yang disiapkan oleh pemerintah nasional.

Pembangunan institusi harus ditekankan di tingkat daerah sejak isu keberlanjutan sebagian besar memiliki implikasi besar untuk daerah metropolitan.

Dalam konteks kebijakan desentralisasi di Indonesia (otonomi daerah), multi-level koordinasi dan kerjasama antar (lintas sektoral) pemerintah daerah, provinsi dan nasional yang ada dianjurkan daripada merancang sebuah tingkat baru pemerintah daerah yang kaku.

Tampaknya bahwa sektor swasta dan masyarakat setempat perlu dilibatkan pada tingkat proporsional dalam daerah pengambilan keputusan karena mereka akan terus memainkan peran aktif dalam proses industrialisasi.

Akhirnya, dalam menghadapi kota yang semakin padat Jakarta, pemerintah dapat mendukung trend dekonsentrasi industri dengan menawarkan insentif lebih bagi para investor yang ingin pindah ke luar kota dan memindahkan kegiatan mereka untuk ditunjuk taman industri pinggiran kota.

Peraturan lingkungan yang lebih ketat perlu diikuti dengan pemantauan yang lebih kuat dan kontrol, industri sehingga lebih akan dipaksa untuk meninggalkan zona pinggiran kota yang tidak direncanakan dan kantong tersebar dan mengisi taman industri.
----------------------
Penulis adalah Delik Hudalah (dosen di jurusan arsitektur perencanaan dan pengembangan kebijakan Wilayah, Planologi ITB).

MP3EI : Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025

MP3EI adalah singkatan Indonesia untuk Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, atau, dalam bahasa Inggris, Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, halaman 207 dokumen yang menjabarkan rencana ambisius di Indonesia untuk mempercepat dan memperluas pertumbuhan ekonomi. Pemerintah telah mengadopsi MP3EI karena pertumbuhan ekonomi belum mencapai tingkat maju dan berkelanjutan dan Master Plan yang diperlukan untuk itu untuk melakukannya.

Tujuan dari Rencana Induk adalah untuk memungkinkan Indonesia untuk menjadi salah satu dari 10 ekonomi utama dunia pada tahun 2025. Ini merenungkan tingkat tinggi kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan sektor swasta dan perubahan besar dalam pola pikir mereka semua. Pemerintah akan bertindak sebagai regulator, fasilitator dan katalisator untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Untuk melakukan hal ini, itu akan baik mengubah dan mencabut peraturan untuk menghilangkan hambatan dan mencegah hambatan terhadap investasi. Untuk bertindak sebagai katalis untuk investasi, Pemerintah Indonesia akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal dan sektor swasta akan diberikan peran utama dalam pembangunan ekonomi, khususnya di bidang infrastruktur.

MP3EI memiliki dua-Prongs : percepatan dan perluasan. Cabang percepatan dirancang utama untuk mencapai penyelesaian awal dari sejumlah program pembangunan yang ada. cabang perluasan dimaksudkan untuk menyebarkan efek positif dari pembangunan ekonomi untuk setiap daerah dan di antara semua komponen masyarakat Indonesia.

Master Plan mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan enam, atau koridor ekonomi, untuk meningkatkan pembangunan ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali - Nusa Tenggara dan Papua - Kepulauan Maluku. Strategi utama dari Master Plan adalah untuk mencapai pembangunan ekonomi dengan memfokuskan pada enam koridor ekonomi, dengan memperkuat konektivitas nasional di seluruh nusantara, dan dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi. The Master Plan mengidentifikasi delapan program utama dan 22 aktivitas utama sebagai fokus pembangunan. The delapan program utama adalah: pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telekomunikasi dan pengembangan kawasan strategis. Inisiatif strategis Master Plan adalah untuk mendorong investasi skala besar di 22 kegiatan utama: pengiriman, tekstil, makanan dan minuman, baja, peralatan pertahanan, kelapa sawit, karet, kakao, peternakan, kayu, minyak dan gas, nikel, tembaga, bauksit, perikanan, pariwisata, makanan dan pertanian, daerah Jabodetabek, wilayah Selat Sunda strategis, peralatan transportasi, dan teknologi informasi dan komunikasi.

Pelaksanaan Rencana Induk dikoordinasikan oleh Komite Ekonomi Nasional (KEN atau) dan Komite Inovasi Nasional (KIN atau). Master Plan mengakui Indonesia harus mengatasi sejumlah tantangan: kegagalan untuk mencapai nilai tambah masukan dalam industri pertanian dan ekstraktif; kesenjangan perkembangan antara barat dan timur Indonesia, kurangnya dukungan infrastruktur umum, kurangnya konektivitas antar daerah; tidak memadai kualitas sumber daya manusia, dan urbanisasi yang cepat.

Di antara langkah-langkah yang akan diambil untuk mewujudkan Rencana Induk, adalah reformasi birokrasi, termasuk legislatif dan yudikatif, reformasi pajak dan insentif, pembentukan zona ekonomi khusus di masing-masing koridor, pengiriman ditingkatkan dan kemampuan maskapai penerbangan (pelabuhan dan bandara) untuk mempromosikan konektivitas, dan meningkatkan SMU dan pelatihan kejuruan untuk meningkatkan sumber daya manusia.

Banyak unsur dalam rencana adalah poin unik keberangkatan bagi Indonesia. Sebagai contoh,  negara-negara Master Plan bahwa birokrasi Pemerintah akan mendukung kebutuhan bisnis dan memberikan perlakuan yang sama dan kesempatan yang adil bagi semua bisnis, pinjaman pemerintah akan digunakan untuk membiayai investasi, bukan pengeluaran rutin, seperti subsidi, subsidi akan untuk miskin secara langsung daripada barang, pajak akan atas penghasilan bersumber Indonesia dan bukan penghasilan di seluruh dunia, pajak akan didasarkan pada konsumsi daripada pajak pertambahan nilai, dan peraturan ketenagakerjaan akan mendukung pengusaha maupun karyawan.

Proyek Sumatra Ekonomi Coridor

Java Economic Coridor

Kalimantan Ekonomi Coridor

Ekonomi Sulawesi Coridor

Maluku-Papua Ekonomi Coridor

Bali-Nusa Tenggara Economic Coridor

Lainnya di : http://www.itpchamburg.de/pdf/Home/ECONOMIC