30 Jul 2010

Beberapa Standar Tentang Jalan


Sistem transportasi akan mempengaruhi terhadap pola perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah. Untuk analisa jalan raya yaitu mengenai fungsi jalan dan volumenya kondisi saat ini disesuaikan dengan klasifikasi jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985, yakni dibedakan menjadi:



 Menurut fungsi jalannya terbagi atas:
Jalan Primer
Menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dalam satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang satu, kota jenjang ke dua, kota jenjang di bawahnya sampai ke persil. Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu antar satuan wilayah pengembangan.
Jalan Sekunder
Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan.
Menurut Volume Jalan, terbagi atas:
Arteri Primer
Menghubungkan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan ciri-ciri sebagai berikut:



  • Di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.



  • Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.



  • Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas rata-rata.



  • Jumlah jalan masuk ke arteri primer dibatasi secara efisien dan di desain sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud diatas masih tetap terpenuhi.



  • Persimpangan pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.



  • Tidak terputus walaupun memasuki kota.
Pengaturan lalu lintas yang dapat dilakukan antara lain berupa :



  • Pengurangan/pembatasan hubungan langsung ke jalan arteri primer



  • Penambahan Jalur Lambat



  • Penyediaan Jembatan Penyeberangan



  • Pemisah jalur oleh marka atau oleh pemisah tertentu



  • Pengurangan/pembatasan peruntukan parkir
Arteri Sekunder
Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan sekunder I dengan kawasan sekunder II. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam, Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas tidak terganggu, Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.
Kolektor Primer
Menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam. Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan. Tidak terputus walaupun memasuki kota. Apabila terdapat dua atau lebih jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya atau antar ibukota Kabupaten/Kotamadya maka pada dasarnya hanya satu yang ditetapkan statusnya sebagai jalan propinsi.
Kolektor Sekunder
Menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder II atau menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder III. Didesain berdasarkan kecepatan rencana yang paling rendah 20 km/jam
Lokal Primer
Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga.
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Adapun kelas-kelas jalan tersebut terdiri dari :



  • Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton



  • Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton



  • Jalan Kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton



  • Jalan kelas II B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton



  • Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
Potongan Melintang
Desain geometrik potongan melintang jalan meliputi bagian-bagian sebagai berikut : badan jalan dan daerah jalan, jumlah dan lebar jalur, median, bahu jalan yang diperkeras, fasilitas perjalanan (trotoar), kerb, dan lain-lain. Kebutuhan lebar badan jalan minimum adalah 3,5 meter, dengan maksud agar lebar jalur lalu lintas dapat mencapai 3 meter sehingga dengan demikian pada keadaan darurat dapat dilewati ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan kendaraan khusus lainnya.
Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, badan jalan hanya diperuntukkan bagi arus lalu lintas dan pengamanan terhadap konstruksi jalan. Secara geometris lebar badan jalan dan daerah jalan yang meliputi daerah milik jalan (Damija), daerah manfaat jalan (Damaja) dan daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) pada masing-masing fungsi jalan sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor diuraikan pada tabel 2.1 berikut ini :
Standar Lebar Badan dan Daerah Jalan
FUNGSI JALAN
DAMIJA (m)
DAMAJA(m)
DAWASJA
MINIMAL(m)
Arteri Primer
8
14
20
Kolektor Primer
7
11
15
Lokal Primer
6
8
10
Arteri Sekunder
8
14
20
Kolektor Sekunder
7
7
7
Lokal Sekunder
5
5
5
Sumber : Undang-undang Nomor 26 tahun 1985
Daerah manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan, ruang yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan.
Daerah pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan diluar daerah milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan yang diperuntukkan bagi pandangan bebas bagi pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Batas luar Dawasja diukur dengan jarak ke setiap sisi dari as jalan sesuai dengan persyaratan klasifikasi fungsional jalan yang bersangkutan, dalam hal jembatan lebar Dawasja diukur dari tepi luar pangkal jembatan.

Tidak ada komentar:
Write comments