30 Jul 2010

MORFOLOGI KAMPUNG PEDESAAN

Suatu abstraksi fakta empirik kajian kontekstual lingkungan
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang
Paparan ini merupakan suatu abstraksi dari kenyataan empirik di "pedesaan" atau pemukiman desa yang sangat "kontekstual" dengan lingkungan alamnya. Fakta-fakta ini merupakan bagian dari kajian yang sedang pemapar lakukan tentang morfologi kampung pedesaan. Fakta ini dibagi menjadi 4 kelompok; (a) kampung di pesisir pantai , (b) kampung di sepanjang sungai, (c) kampung di lingkungan pedalaman (pertanian), dan (d) kampung di pedalaman (lereng gunung). 



Paparan ini merupakan hasil studi awal yang belum diungkap tentang kesimpulan kajian morfologi kampung pedesaan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi latarbelakang sosial-budaya dan ekonomi masyarakat tidak kami paparkan disini, yang secara signifikan juga berperan menentukan pola morfologi kampung pedesaan. 


a.      Kampung di pesisir pantai 
Pola pemukiman terbentuk karena adanya potensi dan kendala lingkungan. Pantai landai dengan arus/ombak tenang akan lebih dominan dipakai sebagai lokasi hunian dibanding dengan pantai curam.
Struktur fisik lingkungan dominan berperan sebagai lokasi.

b.      Kampung di sepanjang sungai 
Pola perkampungan di sepanjang sungai di pedesaan yang menggunakan sungai sebagai prasarana transportasi, mempunyai kencenderungan pola yang linier dengan orientasi mengikuti pola aliran sungai.
Efektifitas pencapaian sarana transportasi menjadi faktor dominan. Alat transport sungai sebagai sarana transport utama mempengaruhi pola hunian, yang menuntut kemudahan moda angkutan (perahu) sampai ke sampaing rumah.
Pola diatas menunjukkan adanya pola curva linier di sepanjang sungai dan mengumpul pada daerah "dalam". Pola ini didapati pada lingkungan dengan aktifitas penduduk sebagai petani garam di daerah dekat dengan pesisir pantai.

c.      Kampung di lingkungan pedalaman (pertanian)
Aktifitas pertanian sawah, atau ladang mempunyai pola yang spesifik sesuai dengan kondisi lingkungan dan topografinya. Kendala-kendala lingkungan mampu menjadikan perkampungan pedesaan ini terlihat menyatu dengan lingkungan, suatu pertimbangan arif dalam mengelola lingkungan.
Pada radius "tertentu" satu kelompok hunian membentuk satu komuniti yang "harmonis". Pertimbangan jangkauan pengawasan area garapan mereka menentukan pengelompokan ini . Jumlah kelompok hunian ini + 30 keluarga suatu "kelompok" yang memungkinkan mempertahankan unity dalam bersosialisasi, merupakan kelompok komunitas yang solid.

d.      Kampung di pedalaman (lereng gunung) 
Pola morfologi kampung di daerah ini sangat erat kaitannya dengan upaya pengelolaan area matapencaharian penduduk sebagai petani (salah satu kasus). Teknologi teracering untuk pengelolaan saluran irigasi dan pengelolaan pertanian mempengaruhi bentuk-bentuk pengolahan lahan perumahannya. Merupakan pemecahan lahan yang kontekstual dengan memunculkan vista pemukiman pedesaan di pegunungan yang selaras.
Salah satu aspek pendekatan kontekstual terhadap lingkungan yang secara "sadar" (tradisi turun menurun) telah menciptakan kondisi lingkungan pemukiman pedesaan yang "sesuai" dengan pola perilaku sosial-budaya dan ekonomi melalui pengolahan lingkungan hidupnya. Ini yang kadang tidak diperhatikan oleh sementara pengembang dalam menciptakan kota-kota baru pada lahan yang relatif luas, dengan pendekatan yang non-kontekstual lingkungan bahkan menghancurkan potensi-potensi lingkungan. Semoga menjadi bahan renungan....(res,1999)

Tidak ada komentar:
Write comments