17 Jul 2010

Bab III,3.1. Jenis dan jenjang rencana kota

Di berbagai kota di dunia hanya terdapat 3 jenis rencana kota yang sifatnya hirakis yaitu rencana makro, rencana meso dan rencana mikro ( istilah ini penulis gunakan agar tidak rancu dengan istilah yang selama digunakan ini yaitu Rencana Rinci untuk rencana yang bersifat meso. Sesungguhnya rencana rinci adalah tingkatan rencana yang terendah ).

 

Rencana makro, adalah rencana yang bersifat umum, stretegik dan konsepsional, lebih banyak berisi uraian yang sifatnya deskriptip dan retorik, memuat tentang visi, misi, tujuan , sasaran , kebijakan pembangunan kota , arahan pembangunan kota yang bersifat diagramatis dan pengembangan zona-zona utama.
Rencana meso , adalah rencana yang bersifat sudah lebih teknis, tidak terlalu banyak lagi uraian yang bersifat deskriptip dan tidak lagi bersifat diagramatis seperti dalam rencana makro, tetapi sudah betul-betul mengikuti kondisi geografis yang nyata, memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengembangan infrastruktur dan pengembangan zona-zona yang lebih spesifik. Inilah sesungguhnya rencana yang umumnya dikenal dengan istilah zoning plan dan merupakan jembatan dalam penyusunan rencana mikro.
Rencana mikro, adalah rencana rinci yang sudah menggambarkan tentang paket- paket penggunaan, dimensi-dimensi teknis perpetakan, right of way, sempadan bangunan, koeffisien dasar bangunan, koeffisien lantai bangunan, koeffisien dasar hijau dlsbnya. Rencana ini dikenal juga yang dengan istilah land use plan dan menjadi dasar dalam penerbitan berbagai macam izin yang menyangkut pembangunan kota.
Adapun terminologi yang digunakan untuk ketiga jenis rencana tersebut di atas pada beberapa negara ataupun kota berbeda-beda. Di negeri Inggris misalnya, rencana makro disebut structure plan, rencana mesonya disebut Local Plan. Local Plan dapat berupa subject plan atau topic plan, district plan bila menyangkut wilayah administrasi (setingkat kecamatan) atau action area plan yang sudah dilengkapi dengan tahapan dan skema pembiayaan. Sedangkan rencana mikronya disebut subdivision plan ( rencana perpetakan ). Di Perancis, rencana makronya disebut Schema Directuer d ‘ Amenagement Urbain / Arahan Skematis Pembangunan Kota ( SDAU), rencana mesonya disebut Plan d ‘ Occupation de Sol / Rencana Pemanfaatan Lahan ( POS ) sedangkan rencana mikronya disebut Plan Local d’Urbanisme / Rencana Lokal Kota (PLU). Di Amerika Serikat istilah yang digunakan sangat beragam antara satu kota dengan kota lainnya, antara lain comprehensive plan, general plan atau strategic plan untuk rencana makro; zoning plan, functional plan untuk rencana meso dan land use plan / sub division plan untuk rencana mikro. Di Singapura rencana makronya disebut Concept Plan, rencana mesonya disebut Development Guide Plan (untuk setiap distrik yang terdiri dari 55 distrik) sedangkan rencana mikronya disebut subdivision plan.

slide23
Pertanyaannya adalah mengapa jenis dan jenjang rencana kota yang berlaku diberbagai negara di dunia tersebut dibakukan seperti itu. Alasan yang paling utama adalah karena rencana kota dalam berbagai jenjang tersebut semua kandungan materinya disusun berdasarkan peraturan zonasi.
Kedudukan peraturan zonasi dalam konteks perencanaan adalah seperti terlihat dalam diagram berikut :
slide-8mm

3.2. Jenis dan jenjang rencana di Indonesia


Di negeri tercinta ini jenis dan jenjang rencana kota sebelum diterbitkannya berbagai macam peraturan oleh Pemerintah Indonesia mengenai hal tersebut, digunakan ketentuan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam SVV/SVO 1948. Jenis dan jenjang rencana juga terdiri dari 3 level, yaitu Stadsplan untuk rencana makro, Stadzoningen untuk rencana meso dan Detail Stadsplan untuk rencana mikro.
Pada tahun 1980 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 4 Tahun 1980 tentang Jenis dan Jenjang Rencana Kota sebagai pengganti dari ketentuan warisan Belanda. Namun rupanya Menteri Pekerjaan Umum tidak mau ketinggalan, kemudian juga menerbitkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tentang hal yang sama tetapi dengan terminologi yang berbeda. Hal ini tentu saja membingungkan aparat daerah. Akhirnya diadakanlah istighozah dan terbitlah Permendagri No. 2 Tahun 1987 yang disepakati semua pihak.
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Peraturan dan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang akhirnya menetapkan ketentuan tentang jenis-jenis rencana tata ruang dengan klasifikasi dan peristilahan yang berbeda.

slide11
Dari perjalanan sejarah tersebut terlihat bahwa prinsip membagi rencana kota ke dalam 3 jenjang sebagaimana yang berlaku di dunia perencanaan seantero jagad tetap dipegang pada saat itu. Sayangnya Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang membuatnya menjadi rancu. Selain mengklasifikasikan penataan ruang berdasarkan wilayah administratip, juga berdasarkan hal-hal yang sifatnya sektoral/parsial antara lain berdasarkan sistim, fungsi utama kawasan, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan (pasal 4). Belum jelas seperti apa substansi rencana tersebut, di mana posisinya dan bagaimana kesetaraannya dengan jenis rencana tata ruang lainnya.
Pada hakekatnya semua jenis rencana akan menempati wilayah geografis / teritorial Kabupaten dan Kota. Padahal setiap daerah sudah memiliki rencana tata ruang masing-masing. Dampaknya akan terjadi tumpang tindih rencana yang akan membuat aparat daerah bingung. Seyogyanya hanya ada satu rencana tata ruang di daerah yang menjadi panglima. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan tingkat nasional maupun propinsi maka dapat ditetapkan kawasan-kawasan yang termasuk ke dalam kategori “ overlay zone “ pada tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Propinsi yang kemudian penjabarannya diserahkan kepada daerah seperti diilustrasikan dalam tabel berikut :
slide-6
Pada kawasan yang ditetapkan sebagai “ overlay zone ” tersebut tetap berlaku ketentuan tentang zonasi sesuai dengan tingkatan rencana masing-masing tetapi dapat diberlakukan supplement regulation sesuai dengan kepentingannya.Atau dapat juga meniru konsep yang dibuat oleh Inggris yang menetapkan local plan dapat dikemas dalam berbagai macam bentuk rencana seperti telah diuraikan di atas, yaitu subjet plan / topic plan, district plan dan actioan area plan.
Di sisi lain tingkat kedalaman rencana rinci dalam UUPR 26/07 ( pasal 14 ayat 1 UUPR ) dan kesetaraannya dengan konsep-konsep sebelumnya belum jelas. Oleh karena itu sementara belum ada kejelasan maka dalam buku ini digunakan istilah yang umum saja.

3.3. Substansi rencana menurut jenjang rencana kota

Pada dasarnya pada setiap jenjang rencana kota mengandung 2 muatan utama, yakni materi umum dan materi teknis yaitu tentang struktur ruang kota
3.3.1. Materi umum.
Materi umum adalah uraian yang bersifat deskriptip meliputi penjelasan tentang hal-hal yang ingin dicapai dan cara melaksanakannya.
Pada tingkatan rencana makro , kedalaman muatannya adalah sbb ;
uraian mengenai visi dan misi, tujuan, kebijakan yang bersifat sektoral maupun territorial, strategi pengembangan kota, tahapan maupun prioritas pengembangan.
Pada tingkatan rencana meso, kedalaman muatannya adalah sebagai berikut :
uraian mengenai tujuan yang bersifat lebih spesifik, sasaran dan program pembangunan kawasan dan sektoral.
Pada tingkatan rencana mikro , kedalaman muatannya adalah uraian tentang program dan proyek.
3.3.2. Struktur ruang kota.
Sebelum menguraikan muatan tentang struktur ruang kota maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian struktur ruang kota dan berbagai komponen utama pembentuk struktur.
Pengertian
Larry S. Bourne ( Larry S. Bourne : Internal Structure of the City, 1982) mendefinisikan struktur ruang kota sebagai berikut :
1, Urban form atau bentuk kota adalah pola ruang atau tatanan dari setiap unsur yang berada dalam area perkotaan, baik bangunan maupun guna lahan ( secara kolektip membentuk lingkungan terbangun ) termasuk juga tatanan kelompok-kelompok sosial, kegiatanekonomi dan institusi publik.
2. Urban interaction adalah interrelasi, keterkaitan, aliran yang mengintegrasikan pola dan perilaku guna lahan, kelompok dan kegiatan ke dalam entitas fungsi, dalam berbagai sub-sistem.
3. Urban spatisial structure atau struktur ruang kota adalah kombinasi dari kedua hal tersebut di atas dalam sub-sub system dengan seperangkat aturan formal yang mengkaitkan semua sub system tersebut ke dalam system kota.
Komponen pembentuk struktur
Menurut S. Bourne  ada beberapa unsur yang membentuk struktur ruang kota antara lain : (1) density, (2) diversity (homogeneity), (3) concentricity, (4) sectorality, (5) conentivity (linkages), (6) directionality.
Sedangkan J.E Gibson ( J.E Gibson: Designing The New City, 1977) menyebutkan bahwa urban form, atau spatial organization ditentukan oleh 6 unsur, yaitu (1) size (ukuran atau besaran penduduk atau geografis kota), (2) population density (pola persebaran penduduk) (3) geometric arrangement (pola jaringan jalan ), (4) grain (dalam konteks ini dimaksudkan sebagai diversity in urban environment, contohnya disebutkan bahwa setiap distrik itu sebaiknya minimal mempunyai 2 fungsi utama atau lebih; blok-blok harus lebih pendek agar sirkulasi lebih mudah dan cepat ; setiap distrik sebaiknya terdiri dari bangunan dari berbagai usia dan kondisi; harus memiliki konsentrasi penduduk yang cukup), (5) accessibility ( adalah kemampuan penduduk, barang atau informasi untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain ) dan (6) character ( menyangkut corak atau kesan estetis suatu lokasi ). Gibson menyebutkan bahwa dari keenam faktor tersebut pola geometric arrangement yang paling menentukan dalam memberikan ciri atau bentuk kota secara fisik.
Pandangan penulis sebagai seorang praktisi yang berkecimpung hampir 30 tahun dalam bidang penataan kota menyimpulkan bahwa struktur ruang kota adalah apa yang disebut sebagai NADI kota. Mengapa disebut nadi kota ? Karena pada hakekatnya struktur ruang kota terdiri dari 4 komponen pembentuk struktur, yaitu N (network), A ( activity), D (distribution of population /density ) dan I ( Intensity ). Materi teknis peraturan zonasi pada hakekatnya adalah mengatur setiap komponen pembentuk struktur tersebut.

3.3. lanjutan.

1. Network.
Adalah gambaran tentang pola geometris dari sistim jejaring kota terutama
jaringan jalan yang akan menampung berbagai macam  infrastruktur lain
seperti jaringan distribusi supply listrik dan air bersih, jaringan drainage dan
sewerage kota , jaringan komunikasi dan lain sebagainya..
Secara umum menurut Gibson kurang lebihnya  ada 6 pola bentuk kota seperti
yang terbentuk dari geographic arrangement yaitu seperti tergambar  dalam
diagram berikut :
scan0008
2. Aktifitas.
Adalah gambaran tentang ruang kegiatan penduduk kota yang tercermin dari
pola-pola zonasi atau guna lahan.
Secara umum pola-pola zonasi kurang lebihnya meliputi 3 teori, yaitu ;
Pertama adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Burgess (1925 ) tentang concentric zone theory, kedua Hommer Hoyt tentang sector theory dan ketiga Harris and Ullman tentang multiple nuclei theory. Concentric zone theory hanya cocok dikembangkan pada kota-kota kecil. Dalam konsep ini pola zonasi disusun dalam sabuk berlapis, mirip-mirip kue lapis legit begitu, dengan hanya ada satu pusat kegiatan utama ( single majority center ). Sector theory atau sering juga disebut concentric sectoral theory juga sebetulnya hanya cocok dikembangkan pada kota-kota kecil atau sedang. Dalam konsep ini juga hanya ada satu pusat kegiatan utama. Pola zonasi disusun sedemikian rupa agar setiap zona kegiatan punya singgungan langsung dengan pusat kegiatan utama, atau kurang lebihnya mirip-mirip payung fantasi warna-warni. Dengan konsep ini akan dapat dihindari bercampur baurnya pergerakan lalulintas menuju pusat kegiatan dari berbagai zona. Multiple nuclei theory pada hakekatnya adalah konsepsi pengembangan multi center yang menjadi dasar dalam pengembangan kota-kota metropolitan. Dalam konsep ini pola zonasi tidak lagi dalam kelompok yang utuh seperti dalam konsep-konsep sebelumya tetapi lebih sporadis dan tersebar di seluruh wilayah kota. .
Secara diagramatis ketiga teori tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut .
Trad2
3. Density.
Adalah gambaran tentang persebaran penduduk atau tingkat kepadatan penduduk kota pada  setiap distrik atau wilayah perencanaan.
Secara umum tingkat kepadatan penduduk sangat bergantung pada posisi geografis suatu lokasi terhadap pusat-pusat kegiatan. Semakin dekat lokasinya dengan pusat kegiatan maka akan semakin tinggi kepadatannya.
Density
Pola-pola kepadatan juga akan menentukan besarnya kebutuhan sarana dan prasarana kota dan penentuan jenis-jenis perpetakan dan luasannya. Diagram di bawah ini menunjukkan korelasi antara tingkat kepadatan, proporsi kebutuhan dan dimensi perpetakan. Diagram merupakan hasil simulasi dari  berbagai faktor antara lain standar kebutuhan sarana dan standar dimensi jalan yang sifatnya hirarkis.
4. Intensitas.
Adalah gambaran tentang pola pengendalian pengembangan lahan dan pola
sifat lingkungan. Pola pengendalian pengembangan lahan meliputi batasan-batasan tentang koeffisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koeffisien tapak basement,  koeffisien dasar hijau, ketinggian bangunan dan lain sebagainya. Sedangkan pola sifat lingkungan menggambarkan tentang tingkat kepadatan bangunan suatu kawasan.
Keempat komponen tersebut harus tergambar dengan jelas pada setiap jenjang
rencana. Sedangkan tingkat kedalaman muatannya akan sangat berbeda
di setiap jenjang. Semakin rendah jenjang rencananya akan semakin rinci
muatannya.
Materi struktur ruang kota pada berbagai jenjang rencana .

Pada tingkatan rencana makro ;
Struktur ruang kota digambarkan dalam peta-peta yang sifatnya diagramatis di atas peta teresteris maupun fotogrametris pada skala kecil berkisar dari skala 1 : 20.000 sd 1 : 50.000 tergantung dari besar kota bersangkutan
Sistem jejaring , menggambarkan konsepsi pengembangan jaringan makro kota di masa mendatang, meliputi jaringan makro transportasi darat dan air, jaringan makro utilitas, sistim drainage dan sewerage kota , dan lain sebagainya.
Aktifitas digambarkan dalam bentuk pengembangan zona-zona utama dan sistim pusat kegiatan, baik yang utama maupun penunjang
Persebaran penduduk digambarkan dalam bentuk target prediksi penduduk setiap wilayah administrasi atau unit perencanaan.
Intensitas pembangunan menggambarkan pola kebijakan intensitas dan pola sifat lingkungan. Pola kebijakan intensitas dibedakan atas dasar (1) kawasan yang intensitasnya ditahan sebagaimana adanya ( terutama pada kawasan kota tua / heritage ), (2) kawasan yang intensitasnya dibatasi sampai besaran tertentu tetapi transfer of development right berlaku, (3) kawasan yang intensitasnya dibatasi sampai besaran tertentu tetapi transfer of development right tidak berlaku, (4) kawasan yang intensitasnya dilepas sepanjang infrastruktur yang direncanakan mendukung. Pola sifat lingkungan dibedakan atas lingkungan padat, sedang dan rendah.
Pada tingkatan rencana meso ;
Struktur ruang kota digambarkan dalam peta teresteris ataupun fotogrametris skala 1 : 5000 atau paling kecil skala 1 : 10.000, meliputi ;
Sistim jejaring, meggambarkan tentang konsepsi pengembangan jaringan sub makro kota, baik jaringan transportasi, utilitas, seweragre dan drainase.
Aktifitas sudah harus digambarkan dalam pembagian zona –zona spesifik, karena sesungguhnya pada tingkatan inilah muncul apa yang disebut zoning plan
Persebaran penduduk sudah harus digambarkan dalam rencana kepadatan penduduk per hektar untuk setiap distrik ataupun unit perencanaan.
Intensitas pembangunan menggambarkan batasan nilai rata-rata bruto tiap unit perencanaan
Pada tingkatan rencana mikro.
Struktur ruang kota digambarkan pada peta teresteris skala 1 : 1.000 atau paling kecil skala 1 : 2000, meliputi ;
Sistem jejaring , menggambarkan tentang konsepsi pengembangan jaringan sampai dengan tingkat mikro, baik jaringan transportasi, utilitas, sewerage dan drainasi. Khusus untuk jaringan jalan sudah tergambar dimensi-dimensi teknis antara lain lebar  jalan (right of way), saluran dan sungai, garis sempadan bangunan.
Aktifitas digambarkan dalam paket penggunaan, pembagian blok dan perpetakan. Pada tingkatan inilah muncul apa yang disebut land use planning/ subdivision plan.
Kepadatan penduduk diterjemahkan ke dalam dimensi perpetakan.
Intensitas digambarkan dalam bentuk KLB, KDB, KDH, TB, Type bangunan dll.
Aplikasi perencanaan struktur ruang dalam setiap jenjang rencana adalah seperti
terlihat dari tabel berikut :
Apl.S.R




Tidak ada komentar:
Write comments